Kebiri Kimia Perspektif Hukum Pidana
Hukuman kebiri kimia merupakan sanksi baru di Indonesia. Sudarto berpendapat bahwa dalam menghadapi pidana harus diperhatikan beberapa hal, antara lain penggunaan hukum pidana untuk memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan negara yang adil dan makmur. Masyarakat berdasarkan Pancasila yang merata baik materil maupun spiritual. Jika memperhatikan poin Sudarto dia atas, sebenarnya hukuman kebiri kimia tidak menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, tetapi menghukum pelakunya. Pasal kedua Pancasila menyatakan bahwa manusia yang adil dan beradab, dengan diterapkannya undang-undang tentang kebiri kimia, justru membuat manusia kehilangan kepercayaan sebagai makhluk ciptaan Tuhan hukuman kebiri kimia tidak membuat umat manusia menjadi lebih beradab. Hukum pidana memang diharapkan dapat memberikan efek jera, walaupun demikian hal tersebut tidak boleh digunakan sebagai pembalasan hanya shock terapi bagi narapidana agar sadar. Berbeda dengan pidana, dalam hal tindakan unsur derita tidak penting, justru sebaliknya, yang perlu adalah memperbaiki pelaku tindak pidana dan melindungi masyarakat. Tujuan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan manusia dan merendahkan martabat manusia. Mengenai hukum pidana, pidana pada dasarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan individu.
Hukuman kebiri kimia merupakan sanksi baru di Indonesia, Namun bersimpangan dengan tujuan dengan Pancasila yaitu tidak mewujudkan prinsip masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pada sila ke-2 Pancasila menyatakan bahwa “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dengan penemuan hukuman kebiri kimia justru menjadikan manusia kehilangan kepercayaan diri sebagai makhluk Tuhan dan hukuman kebiri kimia tidak memanusiakan manusia agar lebih beradab. Hukum pidana memang diharapkan memberikan efek jera, walaupun demikian hal tersebut tidak dapat digunakan sebagai pembalasan hanya dapat memberikan terapi agar pelaku sadar. Berbeda dengan dengan pidana, dalam hal tindakan penting, sebaliknya, prinsip perlu adalah pelaku tindak pidana dan melindungi masyarakat. Tujuan pemidanaan tidak menderita untuk menderitakan manusia dan merendahkan martabat. Mengenai hukum pidana, pidana pada dasarnya merupakan sarana untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan individu.
Muladi berpendapat bahwa pernyataan khusus harus dipertimbangkan sebagai target hukuman. Pertama, seperangkat sasaran pemidanaan harus sedikit banyak disesuaikan dengan keinginan orang yang menuntut pembalasan, meskipun dalam hal ini bukan berarti pembalasan, tetapi keseimbangan berdasarkan tingkat kejahatan pelaku. Kedua, dalam penetapan tujuan pemidanaan, tujuan pemidanaan juga harus dicantumkan dalam bentuk memelihara persatuan masyarakat. Hukuman harus untuk menjaga dan memelihara keutuhan masyarakat. Hukuman adalah salah satu senjata melawan keinginan yang tidak diperbolehkan oleh masyarakat. Hukuman untuk perilaku kriminal hanya membebaskan manusia dari dosa, tetapi itu membuat manusia benar-benar merasa mulia. Peradilan pidana merupakan pernyataan masyarakat bahwa masyarakat mengurangi hasrat agresif menurut cara yang dapat diterima masyarakat. Pembersihan kesalahan secara kolektif ditujukan untuk memperkuat moral masyarakat dan mengikat erat para anggotanya untuk bersama-sama berjuang melawan para pelanggar hukum.
Pemidanaan harus bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara kesatuan masyarakat. Pemidanaan merupakan salah satu senjata untuk melawan keinginan-keinginan prinsip oleh masyarakat tidak diizinkan untuk diwujudkan. Pemidanaan terhadap perilaku tindak pidana hanya melakukan manusia dari dosa, tetapi membuat manusia merasa benar-benar berjiwa luhur. Peradilan pidana merupakan pernyataan bahwa masyarakat dikurangi agresif menurut prinsip cara dapat diterima masyarakat. Pembersihan kesalahan secara kolektif ditujukan untuk memperkuat etika masyarakat dan mengikat erat para anggotanya untuk bersama-sama melawan para pelangggar hukum.
Pada prinsipnya sesuai dengan sifat hukum pidana sebagai hukum publik, tujuan hukum pidana adalah melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai suatu kolektivitas dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun kelompok. Kepentingan bersifat kemasyarakatan yaitu ketenteraman, ketenangan, dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.
Komnas HAM RI melalui Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Sandrayati Moniaga mengungkapkan bahwa pemberian hukuman dengan cara pengebirian dapat dikualifikasikan sebagai penghukuman yang keji dan tidak manusiawi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 28G (2) UUD 1945 jo. UU Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Hal tersebut juga masuk dalam pelanggaran hak atas persetujuan medis. Kekerasan seksual menurut Sandrayati Moniaga tidak hanya bersifat medis, akan tetapi juga psikologis dan sosial. Komnas HAM berpendapat bahwa penanganan kekerasan seksual pada anak perlu ditangani segera secara menyeluruh dan konsisten.
Penggunaan aspek hukum pidana pada saat penjatuhan hukuman ini haruslah sangat diperhatikan, perlu adanya pertimbangan akan pengeluaran biaya dan efektifitas hukuman, serta pertimbangan akan kinerja aparat penegak hukum, karena ditakutkan akan terjadi ketidakseimbangan antara tujuan pemidanaan dengan praktek penjatuhannya. Jika melihat teori-teori dalam hukum pidana yakni teori retributif, teori deterrence, teori rehabilitasi, dan teori resosialisasi dikaitkan dengan hukuman kebiri maka analisanya yakni:
1. Teori retributif: menyatakan bahwa hukuman merupakan hal mutlak yang harus dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan tindak kejahatan sebagai suatu konsekuensi atas perbuatannya.
2. Teori deterrence: menyatakan bahwa tujuan penjatuhan hukuman pidana selain hanya balas dendam kepada pelaku, sebenarnya tujuan dari hukum pidana yaitu mencegah terjadinya pelanggaran, menekan angka kejahatan, serta menekan angka kerugian, maka hukuman kebiri kimia diharapkan dapat menurunkan angka kasus kejahatan seksual terhadap anak serta sebagai bentuk balas dendam kepada pelaku kejahatan.
3. Teori rehabilitasi: menyatakan bahwa tujuan dari pemidanaan yakni untuk memperbaiki diri seseorang.
4. Teori resosialiasi: menyatakan bahwa tujuannya adalah memasyarakatkan pelaku kejahatan, maka diharapkan bahwa hukuman yang telah dijatuhkan kepada pelaku memberikan efek jera dan ketika kembali ke dalam lingkungan masyarakat tidak melakukan kembali perbuatan tersebut.
Sanksi atau hukuman kebiri kimia yang dirumuskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 telah menunjukkan bahwa politik hukum pidana yang dianut oleh pemerintah tidak berdasarkan kajian dan alasan yang rasional, namun berdasarkan pada alasan-alasan yang emosional yaitu dikarenakan beberapa alasan-alasan yang melatar belakanginya. Yaitu sebagai berikut
1. Dalam pertimbangan Perpu ini, pemerintah menyatakan bahwa sanksi pidana yangdijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak belum memberikan efek jera dan belum mampu mencegah secara komprrehensif terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, sehingga perlu segera mengubah undang-undang perlindungan anak, pertimbangan ini kurang lebih merupakan alasan yang sama ketika Undang-undang Nomor 35 Tahun2014 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Regulasi tersebut berada pada spectrum yang sama yaitu menitikberatkan pada pemberatan pidana, efek jera dan pencegahan komprehensif.
3. Pemberatan pidana dalam Perpu ini sangat emosional, namun tanpa perumusan hukum yang rasional dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
Hukuman kebiri kimia tidak dapat dilakukan pada setiap pelaku kejatahan seksual terhadap anak. Mengingat tipe-tipe pelaku yang ada dan perbedaan kebutuhan atas penanganannya, hukuman kebiri kimia hanya dapat dilakukan pada pelaku kejahatan seksual yang menderita paraphilia. Paraphilia dalam hal ini adalah gangguan pedofilia atau pedophilia disorder. Hukuman kebiri kimia efektif untuk mengurangi hormone testoteron pada laki-laki, namun tidak sampai menghilangkan dan merubah fungsinya. Selain itu, hukuman kebiri kimia melalui injeksi Depo Provera yang dilakukan tiap minggu juga terbukti memiliki nilai terapi untuk mengurangi residivisme oleh pelaku kejahatan yang menderita paraphilia. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa pelaku kejahatan seksual terhadap anak (yang tidak menderita gangguan pedofilia) dapat dijatuhi hukuman kebiri kimia. Hal tersebut akan membuat pelaksanaan hukuman kebiri kimia menjadi kurang efektif dan tujuan yang ingin dicapai tidak terpenuhi.
DAFTAR BACAAN
Daming, Saharuddin. “Mengkaji Pidana Kebiri Kimia dalam Perspektif Medis, Hukum dan Ham”, Supremasi Hukum, Vol. 9, No. 1, Juni 2021.
Gunadi, Isnu dan Jonaedi Efendi. Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana. Kencana. Jakarta. 2015.
Hasanah, Nur Hafizal dan Eko Soponyono. “Kebijakan Hukum Pidana Sanksi Kebiri Kimia dalam Perspektif HAM dan Hukum Pidana Indonesia”. Magister Hukum Udayana, Vol. 7, No. 3, September 2018.
Naibaho, Nathalina dan Tunggal S. “Penjatuhan Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak Dalam Perspektif Falsafah Pemidanaan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50, No. 2, 2020.
Komentar
Posting Komentar